Senin, 25 Agustus 2008

Diare Pembunuh Nomor Dua Anak Balita

Yang tak kalah membahayakan, kata Yati, ada kecenderungan pemberian
antibiotik kepada pasien dan penderita diare secara sembarangan atau
berlebihan. Padahal ini justru membuat resistan pada penyakit diare tersebut.
"Padahal diare cukup dilawan dengan oralit," katanya
menjelaskan."

Kamis, 19 Juni 2008
Berita Utama-Jateng
Diare Pembunuh Nomor Dua Anak Balita
YOGYAKARTA - Penyakit diare menjadi penyebab utama nomor dua kematian pada anak
usia 6 bulan hingga 2 tahun. Penyebabnya, pemberian antibiotik. "Penyakit
itu selalu kejar-kejaran dengan radang paru-paru, yang menjadi penyebab
kematian nomor satu dan dua pada anak," kata Prof Dr Srisupar Yati
Soenarto, PhD, Sp.AK, dalam konferensi pers setelah pidato pengukuhan guru
besar di Balai Senat Universitas Gadjah Mada kemarin.
Penelitian Translasional dan Kebijakan Berbasis Bukti: Diare pada Anak Sebagai
Studi Kasus, yang dilakukan Yati menyebut penyebab diare bermacam-macam, di
antaranya, infeksi telinga, AIDS, radang otak, dan TB. Penyakit itu diikuti
diare, yang menyebabkan penderita meninggal akibat kekurangan cairan atau
dehidrasi.
Yang tak kalah membahayakan, kata Yati, ada kecenderungan pemberian antibiotik
kepada pasien dan penderita diare secara sembarangan atau berlebihan. Padahal
ini justru membuat resistan pada penyakit diare tersebut. "Padahal diare
cukup dilawan dengan oralit," katanya menjelaskan.
Yati mengungkapkan sebuah penelitian di lima provinsi di Indonesia pada 2003
menunjukkan penggunaan antibiotik untuk balita diare mencapai 85 persen.
Sedangkan Departemen Kesehatan pada 1987 mencatat ada 88 persen. Adapun
penelitiannya bersama mahasiswa pada 2007 itu menunjukkan hampir 100 persen
penggunaan antibiotik tidak rasional. "Pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Sardjito, ada 31 persen," katanya.
Anggota staf Epidemiologi Klinik dan Biostatistik Fakultas Kedokteran UGM,
Wahyu Damayanti, yang mendampingi Yati dan menjadi salah satu peneliti,
menambahkan, "Antibiotik bisa menjadi penyebab diare karena kuman baik dan
jahat menjadi tidak seimbang," katanya.
Karena diare dianggap penyakit berbahaya, butuh cara tepat mengatasinya. Dalam
program nasional penanggulangan diare bersama International Zinc Task Force,
kata Yati, dari oralit yang dianggap bukan obat, diputuskan penggunaan zinc
sebagai obat yang diresepkan oleh dokter dan diharapkan bisa mengganti
antibiotik. "Kami sudah menggandeng industri obat untuk memproduksi zinc
pada 2008," katanya. BERNARDA RURIT

sumber : koran tempo

Tidak ada komentar: